Biaya Produksi Minyak Goreng Masih Tinggi

Biaya Produksi Minyak Goreng  Masih Tinggi

Radarcirebon.com - SEGALA upaya dan jerih payah telah dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari penerapan kebijakan DMO hingga akhirnya dihapus dan digantikan saat ini dengan kebijakan pelarangan ekspor CPO beserta turunannya dan minyak goring (migor). Hingga akhirnya dilepas kembali dan diizinkan mulai pelaksanaan ekspor kembali pada 23 Mei 2022 mendatang.

Namun, hal itu tak kunjung menurunkan harga minyak goreng baik kemasan maupun curah. Akan tetapi, memang stok di pasaran bertambah.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung, Prof Dr Ina Primiana SE MT mengatakan, pelarangan ekspor yang dilakukan oleh pemerintah masih belum bisa mengatasi mahalnya harga minyak goreng di pasaran. Apalagi, saat ini biaya produksi masih tinggi lantaran harus menghabiskan bahan baku CPO dan migor yang lama.

\"Kebijakan itu masih belum berdampak. Karena biaya produksi untuk yang saat ini tersedia itu masih tinggi imbas dari tingginya harga CPO pada saat aturan ekspor diperbolehkan. Sehingga kalau dijual dengan harga Rp14.000 per liter, maka mereka akan rugi,\" ujar Ina kepada Radar Cirebon, Selasa (17/5).

BACA JUGA:

Apalagi, jika pemerintah minta produsen mengembalikan ke harga yang diminta pemerintah, mereka akan rugi. Hal itu lantaran, saat itu pada saat ekspor dilakukan, CPO harganya menjadi mahal. Sehingga, para produsen harus menghabiskan terlebih dahulu stok migor yang ada dengan harga yang sekarang.

\"Jadi harganya tetap sama. Karena harga CPO itu pada saat awal harga produksinya mahal. Mungkin harus bertahap sampai biaya produksinya sama dengan sebelumnya. Memang bisa dilakukan, seperti pemerintah memberi bantuan untuk menutup kerugian yang ditanggung,\" jelasnya.

\"Bisa juga dengan membanjiri pasaran dengan migor curah dan kemasan memang untuk tahapan awal. Sembari \'menghabiskan\' stok yang ada di pasaran agar bisa stabil kembali biaya produksinya,\" imbuhnya.

Berita berlanjut di halamanan berikutnya...

BACA JUGA:

Sementara berkaitan dengan adanya dampak terhadap petani, Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) itu menjelaskan, pemerintah harus memperhatikan juga kesejahteraan petani. Pasalnya, para petani lebih senang untuk melakukan ekspor karena harga yang lebih mahal dibandingkan dengan dalam negeri.

\"Memang perlu dicari jalan keluar bagaimana CPO yang ada itu memiliki nilai tambah di dalam negeri dengan harga yang buat petani itu juga menarik juga. Agar mereka tertarik jual di dalam negeri. Ini adalah PR agar industri di hulu bisa dibantu dan didukung. Pemerintah harus bisa mencermati. Petani itu sudah merasakan,\" tegasnya.

Terkait dengan adanya penyaluran migor curah melalui Holding BUMN, Ina mengatakan, pemerintah saat ini harus bisa memastikan sejauh mana proses penyaluran tersebut dilakukan dengan tepat sasaran dan sampai kepada masyarakat dengan harga Rp14.000 per liter sesuai dengan HET.

\"Dengan adanya holding BUMN ini bisa ada cost sharing agar lebih efisien. Yang penting, holding BUMN itu bisa menguasai rantai pasok migor ini agar bisa menekan biaya dengan adanya cost sharing tadi,\" terangnya. (jrl)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: